Oleh: ARDA DINATA
Keberadaan belajar merupakan hal yang penting dalam menggapai kelangsungan hidup seseorang. Demikian pula halnya dengan fenomena terjadinya krisis air dewasa ini, tentu kita harus mampu melakukan kegiatan “belajar”. Sehingga kita tidak hanya mampu dalam bagaimana mengelola air itu secara baik dan bermanfaat. Lebih dari itu, kita harus menyadari kalau air merupakan cipataan Allah yang mesti “dibaca”, karena segala cipataan-Nya di bumi ini mengandung banyak pelajaran bagi manusia. Untuk itu marilah kita belajar kepada air dan tidak semata-mata cukup dengan memanfaatkannya saja.
Melalui karakter yang dimiliki air, mestinya tiap manusia yang menggunakannya akan sejalan dengan kepadaian dalam mengelolanya. Mengapa demikian? Paling tidak menurut Al-Faruqi (2002), hal itu didasarkan atas beberapa ibroh yang dimilikinya. Pertama, seperti air mengalir, manusiapun berjalanlah sesuai fitrahnya. Pada saat ada sandungan batu atau apa saja, air akan berputar dan apabila datang hambatan yang lebih besar lagi dia akan berkumpul dan bertambah banyak sehingga batu itu tenggelam dan terbawa arus olehnya. Begitu juga manusia pada saat datang rintangan carilah jalan keluar, tetapi apabila halangan jauh lebih besar maka kumpulkanlah kekuatan untuk mengancurkannya.
Kedua, semakin miring tempat air mengalir, maka semakin deras arusnya. Posisi sangat menentukan untuk menang atau kalahnya kebenaran atas kebatilan. Tambah tinggi posisi kita secara kualitas maupun kedudukan kita di mata Allah SWT dan manusia, maka akan semakin mudah kita untuk meluncurkan arus kebenaran untuk menang.
Ketiga, jumlah air yang besar apabila di-manage dengan benar akan mendatangkan kekuatan yang luar biasa. Manusia yang di-manage dengan bimbingan Ilahi pasti akan mendatangkan kekuatan bagi kedamaian dan kesejahteraan di dunia dan akhirat.
Keempat, sesuai dengan sifatnya air dapat berubah wujud, walaupun dzatnya tetap air. Manusia dalam menjalankan hidupnya boleh jadi dalam bersiasah dapat berpenampilan berbagai peran tetapi harus tetap esensinya adalah wujudnya khilafah Allah SWT di bumi.
Kelima, mata air mengalirkan air yang suci bersih jauh menuju samudera, di jalan pasti banyak muatan yang ikut larut ke dalamnya dan apabila kita tidak ekstra hati-hati menjaga kesucian dan kebersihannya, maka sangat mungkin tidak hanya pasir serta tanah yang ikut larut. Tapi, kotoran dan racun pun sangat mungkin ikut di dalamnya. Untuk itu, kita mestilah menjaga kehidupan itu supaya senantiasa sesuai dengan sumbernya.
Akhirnya semoga kita mampu mengambil pelajaran dari realitas alam yang terjadi. Sepatutnya pula kita tidak hanya mampu menafsirkan atas fenomena terjadinya krisis air saat ini. Tapi, lebih dari itu kita mampu belajar kepada air dalam menapaki kehidupan ini agar berperilaku bijak pada alam. Wallahu’alam.***
Arda Dinata, adalah praktisi kesehatan, pengusaha inspirasi, pembicara, trainer, dan motivator di Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia.
Keberadaan belajar merupakan hal yang penting dalam menggapai kelangsungan hidup seseorang. Demikian pula halnya dengan fenomena terjadinya krisis air dewasa ini, tentu kita harus mampu melakukan kegiatan “belajar”. Sehingga kita tidak hanya mampu dalam bagaimana mengelola air itu secara baik dan bermanfaat. Lebih dari itu, kita harus menyadari kalau air merupakan cipataan Allah yang mesti “dibaca”, karena segala cipataan-Nya di bumi ini mengandung banyak pelajaran bagi manusia. Untuk itu marilah kita belajar kepada air dan tidak semata-mata cukup dengan memanfaatkannya saja.
Melalui karakter yang dimiliki air, mestinya tiap manusia yang menggunakannya akan sejalan dengan kepadaian dalam mengelolanya. Mengapa demikian? Paling tidak menurut Al-Faruqi (2002), hal itu didasarkan atas beberapa ibroh yang dimilikinya. Pertama, seperti air mengalir, manusiapun berjalanlah sesuai fitrahnya. Pada saat ada sandungan batu atau apa saja, air akan berputar dan apabila datang hambatan yang lebih besar lagi dia akan berkumpul dan bertambah banyak sehingga batu itu tenggelam dan terbawa arus olehnya. Begitu juga manusia pada saat datang rintangan carilah jalan keluar, tetapi apabila halangan jauh lebih besar maka kumpulkanlah kekuatan untuk mengancurkannya.
Kedua, semakin miring tempat air mengalir, maka semakin deras arusnya. Posisi sangat menentukan untuk menang atau kalahnya kebenaran atas kebatilan. Tambah tinggi posisi kita secara kualitas maupun kedudukan kita di mata Allah SWT dan manusia, maka akan semakin mudah kita untuk meluncurkan arus kebenaran untuk menang.
Ketiga, jumlah air yang besar apabila di-manage dengan benar akan mendatangkan kekuatan yang luar biasa. Manusia yang di-manage dengan bimbingan Ilahi pasti akan mendatangkan kekuatan bagi kedamaian dan kesejahteraan di dunia dan akhirat.
Keempat, sesuai dengan sifatnya air dapat berubah wujud, walaupun dzatnya tetap air. Manusia dalam menjalankan hidupnya boleh jadi dalam bersiasah dapat berpenampilan berbagai peran tetapi harus tetap esensinya adalah wujudnya khilafah Allah SWT di bumi.
Kelima, mata air mengalirkan air yang suci bersih jauh menuju samudera, di jalan pasti banyak muatan yang ikut larut ke dalamnya dan apabila kita tidak ekstra hati-hati menjaga kesucian dan kebersihannya, maka sangat mungkin tidak hanya pasir serta tanah yang ikut larut. Tapi, kotoran dan racun pun sangat mungkin ikut di dalamnya. Untuk itu, kita mestilah menjaga kehidupan itu supaya senantiasa sesuai dengan sumbernya.
Akhirnya semoga kita mampu mengambil pelajaran dari realitas alam yang terjadi. Sepatutnya pula kita tidak hanya mampu menafsirkan atas fenomena terjadinya krisis air saat ini. Tapi, lebih dari itu kita mampu belajar kepada air dalam menapaki kehidupan ini agar berperilaku bijak pada alam. Wallahu’alam.***
Arda Dinata, adalah praktisi kesehatan, pengusaha inspirasi, pembicara, trainer, dan motivator di Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia.