Menyiasati Marah dan Kecewa Pada Anak
Oleh Arda Dinata
Manakala seorang anak kecil merasa kecewa tanpa anda memarahinya dengan kasar, menurut Dr.Victor Pashi, anda dapat menekan amarah tersebut dengan memandikannya menggunakan air dingin atau menyelimutinya dengan kain lembab atau basah.
Lebih dari itu, Jaudah Muhammad Awwad, dalam Mendidik Anak Secara Islam, mengungkapkan bahwa pada anak, faktor pemicu kemarahan lebih berkisar pada pembatasan gerak, beban yang terlalu berat dan di luar kemampuan anak, penjauahan anak dari sesuatu yang disukainya, atau pemaksaan kepada anak untuk mengikuti tradisi atau sistem yang ditetapkan.
Oleh sebab itu, Jaudah menyarankan ada beberapa hal yang patut kita perhatikan dalam mengatasi kemarahan yang timbul pada anak-anak kita, diantaranya adalah:
1.Tidak membebani anak dengan tugas yang melebihi kemampuannya. Kalaupun tugas itu banyak atau pekerjaan yang diluar kemampuannya itu harus diberikan, kita harus memberikannya secara bertahap dan berupaya agar anak menerimanya dengan senang.
2. Ciptakan ketenangan anak karena emosi yang dipancarkan anggota keluarga, terutama ayah dan ibu, akan terpancar juga dalam jiwa anak-anak.
3. Hindarkan kekerasan dan pukulan dalam mengatasi kemarahan anak karena itu akan membentuk anak menjadi keras dan cenderung bermusuhan.
4. Gunakan cara-cara persuasif, lembut, kasih-sayang, dan pemberian hadiah.
5. Ketika anak kita dalam keadaan marah, bimbinglah tangannya menuju tempat wudhu dan ajaklah dia berwudhu atau mencuci mukanya. Jika dia marah sambil berdiri, bimbinglah agar dia mau duduk.
Sementara itu upaya pengendalian marah dalam hubungan suami-istri, sebenarnya lebih ditekankan pada bagaimana mengendalikan ego masing-masing. Kunci utamanya adalah berusaha dengan membangun terciptanya iklim keterbukaan dan kasih sayang di antara keduanya. Begitu pula halnya dengan anggota keluarga lainnya, seperti dengan anak-anak.
Cara menyiasatinya tidak lain, ketika salah satu pihak (terpaksa) marah, maka hendaknya pihak lainnya harus mampu untuk menggekang keinginan membalas kemarahannya. Sikap kita lebih baik diam. Karena diam ketika suasana marah merupakan upaya yang efektif dalam mengendalikan marah agar keburukannya tidak menyebar ke lingkungan sekitarnya.
Akhirnya, ketika seseorang tidak dapat berpikir sehat akibat marah, maka sebaiknya orang tersebut tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang mungkin akan disesalinya kemudian. Sebagai alat untuk menekan marah dan menghindarkan akibat-akibatnya, Imam Ali as telah memerintahkan agar kita bersabar. Wallahu’alam.***
Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia.