|HOME |INSPIRASI |OPINI |KIAT |OPTIMIS |SEHAT |KELUARGA |IBROH |JURNALISTIK |BUKU |EBOOKS |JURNAL |LINGKUNGAN |SEHAT |PSIKOLOGI |WANITA |BISNIS |SYARIAH |PROFIL |ARDA TV|
- / / : 081284826829

Masalah Diverifikasi dan Ketahanan Pangan (2)

Masalah Diverifikasi dan Ketahanan Pangan (2)
Oleh ARDA DINATA

Pada edisi sebelumnya kita telah bahas masalah ketahan pangan. Berikut ini kita bahas masalah dasar dari diversifikasi pangan.

Dasar diversifikasi pangan

Diversifikasi pangan berarti dipergunakannya berbagai jenis bahan pangan, baik nabati maupun hewani dalam pola konsumsi manusia sehari-hari. Dalam arti lain, pangan yang dikonsumsi manusia tidak cuma tergantung pada satu atau dua jenis bahan pangan. Sehingga perilaku demikian, diharapkan nilai-nilai gizi dalam tubuh manusia menjadi lebih lengkap.

Dalam konteks ini, Tony Luqman L (1996) mengungkapkan ada empat dasar/alasan mengapa program diversifikasi pangan diperlukan bagi bangsa Indonesia.

Pertama, sangat erat kaitanya dengan pelestarian swasembada beras. Diversifikasi pangan, berarti tidak hanya bergantung pada beras sebagai satu-satunya sumber karbohidrat untuk mencukupi kebutuhan tubuh. Hal ini, sebagai antisipasi bila sewaktu-waktu terjadi kemunduran produksi beras seperti akibat bencana alam, mewabahnya hama penyakit, kemarau panjang, menghilangnya areal lahan sawah subur di Jawa, dan sebab lainnya. Data BPS menyebutkan bahwa alih fungsi lahan pertanian selama sepuluh tahun terakhir di Jawa telah menyusut sekitar 0,5% per tahun atau sekitar 7.000 hektar per tahun.

Kedua, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, maka tidaklah cukup guna membentuk sumber daya manusia berkualitas, kita hanya menghandalkan konsumsi dari kelompok tertentu. Di sinilah, perlunya diversifikasi pangan, sehingga nilai gizinya diperhitungkan sesuai dengan norma kecukupan gizi atau pola pangan harapan (PPH).

Menurut hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi di Jakarta (1993), menetapkan bahwa secara ideal komposisi pangan yang dikonsumsi adalah beras atau padi-padian lainnya 50%; umbi-umbian 5%; pangan hewani 15,3%; lemak serta minyak 10%; gula 6,7%; kacang-kacangan 5%; buah atau biji berminyak 3%; serta buah dan sayuran 5%. Dalam kenyataannya komposisi pola konsumsi pangan penduduk Indonesia belum mencapai standar PPH tersebut?

Ketiga, melalui diversifikasi pangan, maka akan membantu dalam upaya menjamin pemasaran produksi pangan yang lain seperti palawija yang dihasilkan oleh masyarakat petani di daerah kering atau ikan di daerah pantai.

Keempat, tercapainya keberhasilan program diversifikasi pangan pada gilirannya akan membuka peluang semakin besar bagi dunia lapangan kerja. Lantaran pelaksanaan program diversifikasi ini dapat melibatkan rantai panjang, sehingga membutuhkan tenaga kerja, termasuk dalam distribusi maupun pemasarannya. Selanjutnya, program ini dapat berperan sebagai penekan golongan urban dan membantu mereka yang telah diberhentikan atau putus hubungan kerja dari tempat asal kerjanya. Bagaimana menurut Anda?***

Penulis adalah dosen tutor di Akademi Kesehatan Lingkungan [AKL] Kutamaya dan bekerja di Loka Litbang P2B2 Ciamis, Balitbangkes Depkes. R.I.

Penulis adalah Pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia.

WWW.ARDADINATA.COM