Oleh: ARDA DINATA
PENEGETAHUAN manusia tentang alam itu berbeda-beda, baik kualitasnya maupun kuantitasnya. Hal ini, disebabkan adanya perbedaan dalam cara memperolehnya. Ada yang melalui proses pengenalan sepintas atau alami (disebut pengetahuan); ada yang melalui proses pengenalan secara seksama dan menggunakan cara tertentu yang disebut metode ilmiah atau metode penelitian (inilah yang disebut ilmu). Secara etimologi, makna kedua kata itu (pengetahuan dan ilmu) adalah sama.
Pada dasarnya metode ilmiah menggunakan dua pendekatan, yaitu (1) pendekatan rasional dan (2) pendekatan empiris. Pendekatan rasional berupaya merumuskan kebenaran berdasarkan kajian data yang diperoleh dari berbagai rujukan (literatur). Pendekatan empiris berupaya merumuskan kebenaran berdasarkan fakta yang diperoleh dari lapangan atau hasil percobaan (laboratorium). Jadi, dapat dikatakan bahwa ilmu itu merupakan pengetahuan yang sistematis dan diperoleh melalui pendekatan rasional dan empiris.
Manusia sebagai makhluk budaya berusaha melestarikan ilmu yang diperolehnya. Tujuanya ialah khazanah ilmu yang sangat berharga itu dimanfaatkan tidak hanya oleh penemuannya atau sekelompok orang, tetapi dapat dimanfaatkan pula oleh umat manusia, baik manusia kini maupun yang akan datang. Hal ini sesuai dengan salah satu sifat ilmu yaitu universal. Untuk mencapai tujuan tersebut dibuat dokumen ilmu yang antara lain lazim disebut karya tulis ilmiah (karangan ilmiah).
Jadi, pada hakekatnya karya tulis itu merupakan dokumen tentang segala temuan manusia yang diperoleh dengan metode ilmiah dan disajikan dengan bahasa khas serta ditulis menurut konvensi tertentu. Yang dimaksud dengan bahasa khas ilmiah yaitu bahasa yang ringkas (hemat), jelas, cermat, baku, lugas, denotatif, dan runtun.
Dalam kaitan upaya pemanfaatan ilmu oleh umat manusia secara universal tadi, maka perlu dilakukan penyebarluasan melalui alat komunikasi yang efektif dan efesien. Penemuan-penemuan baru yang bermanfaat bagi kesejahteraan umat perlu segera disebarluaskan. Di sinilah arti penting sebuah karya tulis ilmiah.
Adapun karangan ilmiah itu, memiliki beberapa tujuan, antara lain: memeberi penjelasan, memberi komentar atau penilaian, memberi saran, menyampaikan sanggahan, serta membuktikan hipotesa.
Pengertian karangan ilmiah
Karangan ilmiah ialah karya tulis yang memaparkan pendapat, gagasan, tanggapan atau hasil penelitian yang berhubungan dengan kegiatan keilmuan.
Jenis karangan ilmiah banyak sekali, diantaranya makalah, skripsi, tesis, disertasi dan laporan penelitian. Kalaupun jenisnya berbeda-beda, tetapi keempat-empatnya bertolak dari laporan, kemudian diberi komentar dan saran. Perbedaannya hanyalah dalam kekomplekskannya.
Ciri-ciri karangan ilmiah
Karangan ilmiah mempunyai beberapa ciri, antara lain:
Pertama, jelas. Artinya semua yang dikemukakan tidak samar-samar, pengungkapan maksudnya tepat dan jernih.
Kedua, logis. Artinya keterangan yang dikemukakan masuk akal.
Ketiga, lugas. Artinya pembicaraan langsung pada hal yang pokok.
Keempat, objektif. Artinya semua keterangan benar-benar aktual, apa adanya.
Kelima, seksama. Artinya berusaha untuk menghindari diri dari kesalahan atau kehilafan betapapun kecilnya.
Keenam, sistematis. Artinya semua yang dikemukakan disusun menurut urutan yang memperlihatkan kesinambungan.
Ketujuh, tuntas. Artinya segi masalah dikupas secara mendalam dan selengkap-lengkapnya.
Ragam ilmiah
Bahasa ragam ilmiah merupakan ragam bahasa berdasarkan pengelompokkan menurut jenis pemakaiannya dalam bidang kegiatan sesuai dengan sifat keilmuannya. Bahasa Indonesia harus memenuhi syarat diantaranya benar (sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia baku), logis, cermat dan sistematis.
Pada bahasa ragam ilmiah, bahasa bentuk luas dan ide yang disampaikan melalui bahasa itu sebagai bentuk dalam, tidak dapat dipisahkan. Hal ini terlihat pada ciri bahasa ilmu, seperti berikut ini.
Pertama, baku. Struktur bahasa yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia baku, baik mengenai struktur kalimat maupun kata. Demikian juga, pemilihan kata istilah dan penulisan yang sesuai dengan kaidah ejaan.
Kedua, logis. Ide atau pesan yang disampaikan melalui bahasa Indonesia ragam ilmiah dapat diterima akal.
Contoh: “Masalah pengembangan dakwah kita tingkatkan.”
Ide kalimat di atas tidak logis. Pilihan kata “masalah’, kurang tepat. Pengembangan dakwah mempunyai masalah kendala. Tidak logis apabila masalahnya kita tingkatkan. Kalimat di atas seharusnya “Pengembangan dakwah kita tingkatkan.”
Ketiga, kuantitatif. Keterangan yang dikemukakan pada kalimat dapat diukur secara pasti. Perhatikan contoh di bawah ini:
Da’i di Gunung Kidul “kebanyakan” lulusan perguruan tinggi.
Arti kata kebanyakan relatif, mungkin bisa 5, 6 atau 10 orang. Jadi, dalam tulisan ilmiah tidak benar memilih kata “kebanyakan” kalimat di atas dapat kita benahi menjadi Da’i di Gunung Kidul 5 orang lulusan perguruan tinggi, dan yang 3 orang lagi dari lulusan pesantren.
Keempat, tepat. Ide yang diungkapkan harus sesuai dengan ide yang dimaksudkan oleh pemutus atau penulis dan tidak mengandung makna ganda. Contoh: “Jamban pesantren yang sudah rusak itu sedang diperbaiki.”
Kalimat tersebut, mempunyai makna ganda, yang rusaknya itu mungkin jamban, atau mungkin juga pesantren.
Kelima, denotatif yang berlawanan dengan konotatif. Kata yang digunakan atau dipilih sesuai dengan arti sesungguhnya dan tidak diperhatikan perasaan karena sifat ilmu yang objektif.
Keenam, runtun. Ide diungkapkan secara teratur sesuai dengan urutan dan tingkatannya, baik dalam kalimat maupun dalam alinea atau paragraf adalah seperangkat kalimat yang mengemban satu ide atau satu pokok bahasan.
Dalam karangan ilmiah, bahasa ragam merupakan ragam bahasa berdasarkan pengelompokan menurut jenis pemakaiannya dalam bidang kegiatan. Sesuai dengan sifat keilmuannya, bahasa Indonesia harus memenuhi syarat diantaranya benar (sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia), logis, cermat dan sistematis. Karangan ilmiah mempunyai beberapa ciri, diantaranya: jelas, logis, lugas, objektif, seksama, sistematis dan tuntas.***
Daftar Pustaka:
1. Dra. Ny. A Subantari R, Drs. Amas Suryadi. Drs. K. Zainal Muttaqin. “Bahasa Indonesia dan Penyusunan Karangan Ilmiah.” Bandung: IAIN Sunan Gunung Djati, 1998.
2. Drs. Sutedja Sumadipura, Dra. Harmoni Syam. “Mampu Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi.” Bandung: 1996.
3. Drs. M.E. Suhendar, M.Pd. “Pengajaran dan ujian Keterampilan Membaca dan Ketrampilan Menulis.”
Penulis Pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia.
PENEGETAHUAN manusia tentang alam itu berbeda-beda, baik kualitasnya maupun kuantitasnya. Hal ini, disebabkan adanya perbedaan dalam cara memperolehnya. Ada yang melalui proses pengenalan sepintas atau alami (disebut pengetahuan); ada yang melalui proses pengenalan secara seksama dan menggunakan cara tertentu yang disebut metode ilmiah atau metode penelitian (inilah yang disebut ilmu). Secara etimologi, makna kedua kata itu (pengetahuan dan ilmu) adalah sama.
Pada dasarnya metode ilmiah menggunakan dua pendekatan, yaitu (1) pendekatan rasional dan (2) pendekatan empiris. Pendekatan rasional berupaya merumuskan kebenaran berdasarkan kajian data yang diperoleh dari berbagai rujukan (literatur). Pendekatan empiris berupaya merumuskan kebenaran berdasarkan fakta yang diperoleh dari lapangan atau hasil percobaan (laboratorium). Jadi, dapat dikatakan bahwa ilmu itu merupakan pengetahuan yang sistematis dan diperoleh melalui pendekatan rasional dan empiris.
Manusia sebagai makhluk budaya berusaha melestarikan ilmu yang diperolehnya. Tujuanya ialah khazanah ilmu yang sangat berharga itu dimanfaatkan tidak hanya oleh penemuannya atau sekelompok orang, tetapi dapat dimanfaatkan pula oleh umat manusia, baik manusia kini maupun yang akan datang. Hal ini sesuai dengan salah satu sifat ilmu yaitu universal. Untuk mencapai tujuan tersebut dibuat dokumen ilmu yang antara lain lazim disebut karya tulis ilmiah (karangan ilmiah).
Jadi, pada hakekatnya karya tulis itu merupakan dokumen tentang segala temuan manusia yang diperoleh dengan metode ilmiah dan disajikan dengan bahasa khas serta ditulis menurut konvensi tertentu. Yang dimaksud dengan bahasa khas ilmiah yaitu bahasa yang ringkas (hemat), jelas, cermat, baku, lugas, denotatif, dan runtun.
Dalam kaitan upaya pemanfaatan ilmu oleh umat manusia secara universal tadi, maka perlu dilakukan penyebarluasan melalui alat komunikasi yang efektif dan efesien. Penemuan-penemuan baru yang bermanfaat bagi kesejahteraan umat perlu segera disebarluaskan. Di sinilah arti penting sebuah karya tulis ilmiah.
Adapun karangan ilmiah itu, memiliki beberapa tujuan, antara lain: memeberi penjelasan, memberi komentar atau penilaian, memberi saran, menyampaikan sanggahan, serta membuktikan hipotesa.
Pengertian karangan ilmiah
Karangan ilmiah ialah karya tulis yang memaparkan pendapat, gagasan, tanggapan atau hasil penelitian yang berhubungan dengan kegiatan keilmuan.
Jenis karangan ilmiah banyak sekali, diantaranya makalah, skripsi, tesis, disertasi dan laporan penelitian. Kalaupun jenisnya berbeda-beda, tetapi keempat-empatnya bertolak dari laporan, kemudian diberi komentar dan saran. Perbedaannya hanyalah dalam kekomplekskannya.
Ciri-ciri karangan ilmiah
Karangan ilmiah mempunyai beberapa ciri, antara lain:
Pertama, jelas. Artinya semua yang dikemukakan tidak samar-samar, pengungkapan maksudnya tepat dan jernih.
Kedua, logis. Artinya keterangan yang dikemukakan masuk akal.
Ketiga, lugas. Artinya pembicaraan langsung pada hal yang pokok.
Keempat, objektif. Artinya semua keterangan benar-benar aktual, apa adanya.
Kelima, seksama. Artinya berusaha untuk menghindari diri dari kesalahan atau kehilafan betapapun kecilnya.
Keenam, sistematis. Artinya semua yang dikemukakan disusun menurut urutan yang memperlihatkan kesinambungan.
Ketujuh, tuntas. Artinya segi masalah dikupas secara mendalam dan selengkap-lengkapnya.
Ragam ilmiah
Bahasa ragam ilmiah merupakan ragam bahasa berdasarkan pengelompokkan menurut jenis pemakaiannya dalam bidang kegiatan sesuai dengan sifat keilmuannya. Bahasa Indonesia harus memenuhi syarat diantaranya benar (sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia baku), logis, cermat dan sistematis.
Pada bahasa ragam ilmiah, bahasa bentuk luas dan ide yang disampaikan melalui bahasa itu sebagai bentuk dalam, tidak dapat dipisahkan. Hal ini terlihat pada ciri bahasa ilmu, seperti berikut ini.
Pertama, baku. Struktur bahasa yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia baku, baik mengenai struktur kalimat maupun kata. Demikian juga, pemilihan kata istilah dan penulisan yang sesuai dengan kaidah ejaan.
Kedua, logis. Ide atau pesan yang disampaikan melalui bahasa Indonesia ragam ilmiah dapat diterima akal.
Contoh: “Masalah pengembangan dakwah kita tingkatkan.”
Ide kalimat di atas tidak logis. Pilihan kata “masalah’, kurang tepat. Pengembangan dakwah mempunyai masalah kendala. Tidak logis apabila masalahnya kita tingkatkan. Kalimat di atas seharusnya “Pengembangan dakwah kita tingkatkan.”
Ketiga, kuantitatif. Keterangan yang dikemukakan pada kalimat dapat diukur secara pasti. Perhatikan contoh di bawah ini:
Da’i di Gunung Kidul “kebanyakan” lulusan perguruan tinggi.
Arti kata kebanyakan relatif, mungkin bisa 5, 6 atau 10 orang. Jadi, dalam tulisan ilmiah tidak benar memilih kata “kebanyakan” kalimat di atas dapat kita benahi menjadi Da’i di Gunung Kidul 5 orang lulusan perguruan tinggi, dan yang 3 orang lagi dari lulusan pesantren.
Keempat, tepat. Ide yang diungkapkan harus sesuai dengan ide yang dimaksudkan oleh pemutus atau penulis dan tidak mengandung makna ganda. Contoh: “Jamban pesantren yang sudah rusak itu sedang diperbaiki.”
Kalimat tersebut, mempunyai makna ganda, yang rusaknya itu mungkin jamban, atau mungkin juga pesantren.
Kelima, denotatif yang berlawanan dengan konotatif. Kata yang digunakan atau dipilih sesuai dengan arti sesungguhnya dan tidak diperhatikan perasaan karena sifat ilmu yang objektif.
Keenam, runtun. Ide diungkapkan secara teratur sesuai dengan urutan dan tingkatannya, baik dalam kalimat maupun dalam alinea atau paragraf adalah seperangkat kalimat yang mengemban satu ide atau satu pokok bahasan.
Dalam karangan ilmiah, bahasa ragam merupakan ragam bahasa berdasarkan pengelompokan menurut jenis pemakaiannya dalam bidang kegiatan. Sesuai dengan sifat keilmuannya, bahasa Indonesia harus memenuhi syarat diantaranya benar (sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia), logis, cermat dan sistematis. Karangan ilmiah mempunyai beberapa ciri, diantaranya: jelas, logis, lugas, objektif, seksama, sistematis dan tuntas.***
Daftar Pustaka:
1. Dra. Ny. A Subantari R, Drs. Amas Suryadi. Drs. K. Zainal Muttaqin. “Bahasa Indonesia dan Penyusunan Karangan Ilmiah.” Bandung: IAIN Sunan Gunung Djati, 1998.
2. Drs. Sutedja Sumadipura, Dra. Harmoni Syam. “Mampu Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi.” Bandung: 1996.
3. Drs. M.E. Suhendar, M.Pd. “Pengajaran dan ujian Keterampilan Membaca dan Ketrampilan Menulis.”
Penulis Pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia.