Menata Ulang Visi Umat
Oleh: ARDA DINATA
DALAM suatu penelitian terhadap orang-orang sukses yang dilakukan oleh para ahli diungkapkan bahwa untuk menggapai tampuk kesuksesan, dalam diri orang itu ditemukan dua ciri yang membuat seseorang itu tangguh, melesat, berprestasi, dan membawa manfaat besar bagi banyak orang. Pertama, memiliki tujuan dan visi yang jelas yang harus ditempuhnya. Kedua, dia sanggup berkorban untuk meraih apa yang dia jadikan visi dalam hidupnya.
Untuk itu, dalam menyikapi dan merayakan hari raya Idul Fitri, setelahnya kita puasa sebulan penuh di bulan Ramadhan, maka ada yang mesti kita kedepankan untuk menata ulang setiap visi umat Islam dalam menyikapi hari-hari berikutnya. Nabi Saw berpesan kepada kita agar menjadikan hari ini lebih baik dari hari kemarin. Prinsip ini hendaknya telah terhujam dalam perilaku perencanaan hidup dan penentuan visi hidup setiap umat muslim. Lagian, Allah SWT telah memperingatkan kepada kita dalam QS. Ar-Ra’d (13): 11, yang artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
Dalam menyikapi dan mengawali kondisi manusia yang fitri (suci) seperti seorang bayi tersebut, maka kita harus menempuh dan mengisinya sesuai dengan fitrah manusia dan hidup bermasyarakat itu sendiri. Artinya ada dua kepentingan yang harus kita tata ulang dalam mewujudkan visi umat sesuai dengan Islam. Pertama, dengan jalan meningkatkan hubungan yang bersifat vertikal dengan Allah SWT (hablum minallah). Kedua, dengan cara meningkatkan hubungan yang bersifat horizontal dengan sesama manusia (hablum minannas).
Hablum Minallah
Dalam rangka meningkatkan hubungan dengan Allah, maka kita bisa belajar dan melihat seperti bagaimana seorang muslim diajarkan di saat sekitar momentum Idul Fitri, yaitu kaum muslim mengumandangkan kalimat takbir, tahmid, dan tahlil. Yaitu Allahu Akbar, wa lillahil hamd, wa la ilaha illallah (Allah Mahabesar, puja dan puji adalah milik-Nya, dan tidak ada Tuhan kecuali Dia).
Berikut ini ada beberapa visi umat yang perlu ditata ulang berkait dengan hubungan yang bersifat vertikal dengan Allah SWT, diantaranya sebagai berikut.
1. Pengulangan Ikrar.
Aktivitas seperti di atas merupakan salah satu dari manisfestasi pengulangan ikrar kita terhadap Allah. Kita harus yakin betul bahwa Allah Mahabesar. Tidak ada yang lebih kuat dan lebih sempurna di kosmos ini, selain Allah SWT. Inilah visi awal yang mesti terbangun kuat di dalam lubuk hati nurani kita.
2. Membulatkan Tekad.
Dalam hidup ini perlu dikuatkan oleh sebuah tekad. Keberadaan kebulatan tekad pada seseorang, secara psikologis akan membuat ringan langkah hidup dan menjalani segala romantika kehidupannya. Di sini, kebulatan tekad yang utama dan pertama yang perlu ditata ulang oleh tiap umat adalah bahwa hanya Allah SWT semata yang berhak dihormati dan dipuja.
Selain itu, kita juga secara sadar harus mengakui dari kebulatan tekad ini adalah berupa mensyukuri nikmat yang dikaruniakan-Nya. Di samping tentunya bagi setiap muslim harus ridha dengan qadha dan qadar-Nya.
3. Meminta Pertolongan Allah.
Manusia itu makhluk lemah dan tidak berdaya, bila tanpa bantuan dari-Nya. Untuk itu, setiap muslim hendaknya hanya bermohon meminta pertolongan kepada Allah semata-mata.
Kita harus sadar betul bahwa hanya Allah-lah yang mampu memberi pertolongan kepada makhluk-makhluk-Nya. Semakin manusia banyak (hanya) meminta pertolongan kepada Allah, maka hati manusia akan menjadi tenang. Dan sebaliknya, bila manusia banyak bergantung pada pertolongan manusia lainnya, maka siap-siap untuk banyak dikecewakannya.
4. Menguatkan Keesaan Ilahi.
Kunci agar kita mampu menjalin hubungan dengan Allah, maka visi yang perlu ditata ulang lainnya adalah berupa menguatkan keesaan ilahi dengan ikhlas dan suci dalam segala sisi kehidupan. Lakukanlah sadaran hidup setiap muslim hanya kepada-Nya dan berusahalah semaksimal mungkin untuk menjauhi segala sesuatu yang dimurkai-Nya.
Hablum Minannas
Dalam rangka menguatkan ukhuwwah yang bersifat horizontal, maka mulai pada hari yang fitri (suci) ini, setiap muslim dianjurkan untuk bersilaturahmi menggalang hubungan harmonis, saling memaafkan dan berusaha mewujudkan nilai-nilai kesetiakawanan sosial dalam segala sisi kehidupan kita masing-masing.
1. Menggalang Hubungan Harmonis.
Pada hari yang suci adalah saat yang tepat bagi tiap muslim untuk menata ulang (baca: evaluasi diri) terhadap kuantitas dan kualitas ikatan-ikatan yang telah terbina diantara umat selama ini. Karena umat ini akan bangkit dan menjadi kuat, manakala di antara muslim yang satu dengan muslim lainnya saling bersinergi menggalang hubungan bermuamalah secara harmonis. Itulah dasar kekuatan umat yang tiada bandingnya.
2. Saling Memaafkan.
Setiap manusia, tentu tidak terlepas dari suatu kekurangan, kesalahan dan kekhilafan terhadap manusia lainnya. Sehingga sangat tepat apabila momentum Idul Fitri (kembali kesucian) dijadikan oleh setiap muslim untuk menata kembali aktivitas hati dan perilaku pintu maaf kita.
Bukankah perilaku saling memaafkan antara manusia ini merupakan kunci pembuka dari diterimanya permintaan maaf dan ampunan dari Allah? Artinya Allah akan menerima permintaan taubat, maaf dari kita kepada orang lain yang pernah disakiti, kuncinya adalah manakala orang yang pernah tersakiti itu telah menerima permohonan maaf kita. Bila hal ini belum terlaksana, maka sepanjang itu pula Allah belum menerima permohonan maaf dan ampunan kita.
3. Mewujudkan Nilai Kesetiakawanan Sosial.
Adanya usaha mewujudkan nilai-nilai kesetiakawanan sosial ini, tentu harus benar-benar menjadi visi setiap umat muslim. Hal ini dimaksudkan tidak lain agar tidak terjadi kesenjangan sosial di antara umat itu sendiri. Dalam hal ini, bukankah umat Islam itu bagaikan satu tubuh?
Adapun aksi yang harus bisa kita lakukan, terutama dengan cara menyantuni fakir miskin dan kaum dhu’afa. Yakni dengan jalan menunaikan zakat mal (harta) dan zakat fitrah serta membantu terhadap mereka yang membutuhkan melalui amal jariah/ sedekah. Perbuatan demikian, dimaksudkan tidak lain sebagai salah satu jalan dalam memeratakan rezki dan pendapatan di antara umat muslim (baca: perekonomian umat).
Akhirnya dengan melakukan tata ulang terhadap visi umat Islam dalam hal-hal tersebut, maka diharapkan nantinya akan tercipta suatu pola kehidupan harmonis dalam segala sisi perjalanan hidup manusia yang sesuai dengan ketentuan-Nya. Amin. Wallahu a’lam.***
Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia
Dalam menyikapi dan mengawali kondisi manusia yang fitri (suci) seperti seorang bayi tersebut, maka kita harus menempuh dan mengisinya sesuai dengan fitrah manusia dan hidup bermasyarakat itu sendiri. Artinya ada dua kepentingan yang harus kita tata ulang dalam mewujudkan visi umat sesuai dengan Islam. Pertama, dengan jalan meningkatkan hubungan yang bersifat vertikal dengan Allah SWT (hablum minallah). Kedua, dengan cara meningkatkan hubungan yang bersifat horizontal dengan sesama manusia (hablum minannas).
Hablum Minallah
Dalam rangka meningkatkan hubungan dengan Allah, maka kita bisa belajar dan melihat seperti bagaimana seorang muslim diajarkan di saat sekitar momentum Idul Fitri, yaitu kaum muslim mengumandangkan kalimat takbir, tahmid, dan tahlil. Yaitu Allahu Akbar, wa lillahil hamd, wa la ilaha illallah (Allah Mahabesar, puja dan puji adalah milik-Nya, dan tidak ada Tuhan kecuali Dia).
Berikut ini ada beberapa visi umat yang perlu ditata ulang berkait dengan hubungan yang bersifat vertikal dengan Allah SWT, diantaranya sebagai berikut.
1. Pengulangan Ikrar.
Aktivitas seperti di atas merupakan salah satu dari manisfestasi pengulangan ikrar kita terhadap Allah. Kita harus yakin betul bahwa Allah Mahabesar. Tidak ada yang lebih kuat dan lebih sempurna di kosmos ini, selain Allah SWT. Inilah visi awal yang mesti terbangun kuat di dalam lubuk hati nurani kita.
2. Membulatkan Tekad.
Dalam hidup ini perlu dikuatkan oleh sebuah tekad. Keberadaan kebulatan tekad pada seseorang, secara psikologis akan membuat ringan langkah hidup dan menjalani segala romantika kehidupannya. Di sini, kebulatan tekad yang utama dan pertama yang perlu ditata ulang oleh tiap umat adalah bahwa hanya Allah SWT semata yang berhak dihormati dan dipuja.
Selain itu, kita juga secara sadar harus mengakui dari kebulatan tekad ini adalah berupa mensyukuri nikmat yang dikaruniakan-Nya. Di samping tentunya bagi setiap muslim harus ridha dengan qadha dan qadar-Nya.
3. Meminta Pertolongan Allah.
Manusia itu makhluk lemah dan tidak berdaya, bila tanpa bantuan dari-Nya. Untuk itu, setiap muslim hendaknya hanya bermohon meminta pertolongan kepada Allah semata-mata.
Kita harus sadar betul bahwa hanya Allah-lah yang mampu memberi pertolongan kepada makhluk-makhluk-Nya. Semakin manusia banyak (hanya) meminta pertolongan kepada Allah, maka hati manusia akan menjadi tenang. Dan sebaliknya, bila manusia banyak bergantung pada pertolongan manusia lainnya, maka siap-siap untuk banyak dikecewakannya.
4. Menguatkan Keesaan Ilahi.
Kunci agar kita mampu menjalin hubungan dengan Allah, maka visi yang perlu ditata ulang lainnya adalah berupa menguatkan keesaan ilahi dengan ikhlas dan suci dalam segala sisi kehidupan. Lakukanlah sadaran hidup setiap muslim hanya kepada-Nya dan berusahalah semaksimal mungkin untuk menjauhi segala sesuatu yang dimurkai-Nya.
Hablum Minannas
Dalam rangka menguatkan ukhuwwah yang bersifat horizontal, maka mulai pada hari yang fitri (suci) ini, setiap muslim dianjurkan untuk bersilaturahmi menggalang hubungan harmonis, saling memaafkan dan berusaha mewujudkan nilai-nilai kesetiakawanan sosial dalam segala sisi kehidupan kita masing-masing.
1. Menggalang Hubungan Harmonis.
Pada hari yang suci adalah saat yang tepat bagi tiap muslim untuk menata ulang (baca: evaluasi diri) terhadap kuantitas dan kualitas ikatan-ikatan yang telah terbina diantara umat selama ini. Karena umat ini akan bangkit dan menjadi kuat, manakala di antara muslim yang satu dengan muslim lainnya saling bersinergi menggalang hubungan bermuamalah secara harmonis. Itulah dasar kekuatan umat yang tiada bandingnya.
2. Saling Memaafkan.
Setiap manusia, tentu tidak terlepas dari suatu kekurangan, kesalahan dan kekhilafan terhadap manusia lainnya. Sehingga sangat tepat apabila momentum Idul Fitri (kembali kesucian) dijadikan oleh setiap muslim untuk menata kembali aktivitas hati dan perilaku pintu maaf kita.
Bukankah perilaku saling memaafkan antara manusia ini merupakan kunci pembuka dari diterimanya permintaan maaf dan ampunan dari Allah? Artinya Allah akan menerima permintaan taubat, maaf dari kita kepada orang lain yang pernah disakiti, kuncinya adalah manakala orang yang pernah tersakiti itu telah menerima permohonan maaf kita. Bila hal ini belum terlaksana, maka sepanjang itu pula Allah belum menerima permohonan maaf dan ampunan kita.
3. Mewujudkan Nilai Kesetiakawanan Sosial.
Adanya usaha mewujudkan nilai-nilai kesetiakawanan sosial ini, tentu harus benar-benar menjadi visi setiap umat muslim. Hal ini dimaksudkan tidak lain agar tidak terjadi kesenjangan sosial di antara umat itu sendiri. Dalam hal ini, bukankah umat Islam itu bagaikan satu tubuh?
Adapun aksi yang harus bisa kita lakukan, terutama dengan cara menyantuni fakir miskin dan kaum dhu’afa. Yakni dengan jalan menunaikan zakat mal (harta) dan zakat fitrah serta membantu terhadap mereka yang membutuhkan melalui amal jariah/ sedekah. Perbuatan demikian, dimaksudkan tidak lain sebagai salah satu jalan dalam memeratakan rezki dan pendapatan di antara umat muslim (baca: perekonomian umat).
Akhirnya dengan melakukan tata ulang terhadap visi umat Islam dalam hal-hal tersebut, maka diharapkan nantinya akan tercipta suatu pola kehidupan harmonis dalam segala sisi perjalanan hidup manusia yang sesuai dengan ketentuan-Nya. Amin. Wallahu a’lam.***
Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia