KEKUATAN intelektual bukanlah satu-satunya komponen yang mampu mengantarkan seseorang sukses dalam kehidupan. Namun demikian, keberadaan kekuatan intelektual pada diri seseorang sangat dibutuhkan dalam mengarungi kehidupan di dunia dan sebagai bekal hidup di akhirat.
Dalam hidup ini, paling tidak ada empat kekuatan yang harus dibangun untuk mengembangkan potensi sumber daya manusia yang produktif, yaitu kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, “kecerdasan” fisik, dan kekuatan intelektual.
Berkait dengan kekuatan intelektual seseorang, menurut B.S. Wibowo, dkk. (2002: 75), dapat dilihat dari segi kemampuan berpikir yang logis, analisis, kreatif, dan inovatif. Lebih jauh, diungkapkan bahwa kegiatan intelektual adalah aktivitas otak manusia yang secara sadar melakukan proses berpikir ilmiah dengan mengacu pada struktur pengkajian ilmiah. Yaitu meliputi pengkajian masalah, menyususn kerangka teoritis dan pengajuan hipotesis, membuat metodologi penelitian, memperoleh hasil penelitian dan membuat kesimpulan.
Jadi, proses berpikir ini memiliki peran yang penting dalam membangun kehidupan tiap manusia. Bukankah ilmu itu lahir karena manusia diberkahi Sang Pencipta suatu sifat ingin tahu? Keberadaan rasa ingin tahu inilah yang sebenarnya menjadikan kegiatan berpikir itu muncul pada diri seseorang.
Pemikiran atau berpikir, menurut Thaha Jabir Alwani (1989), merupakan kata benda dari aktivitas akal yang ada dalam diri manusia, baik kekuatan akal berupa kalbu, ruh atau dzihn, dengan pengamatan dan pendalaman untuk menemukan makna yang tersembunyi dari persoalan yang dapat diketahui, maupun untuk sampai pada hukum atau hubungan antar sesuatu.
Dari pengertian tersebut, maka menurut penulis, wajar saja kalau ada orang yang mengatakan kalau berpikir itu adalah termasuk kedalam kategori bekerja cerdas. Jadi, kenapa Anda sekarang masih tidak mau berpikir tentang sesuatu hal yang bermanfaat bagi kekuatan intelektual Anda?
Manajemen IQRA
Kecerdasan seseorang itu tidak tercipta begitu saja. Tapi, ia merupakan “proses belajar” yang simultan dari ketekunan dan kemauan seseorang. Karena semua ketrampilan (termasuk kekuatan intelektual) untuk memecahkan suatu masalah, pada dasarnya tidak akan membantu jika Anda tidak memiliki kemauan.
Imam Ali ra pernah berkata: “Ilmu adalah harta dalam kotak perbendaharaan, kunci pembukanya adalah pertanyaan.” Sementara itu, Ibnu Abbas pernah ditanya salah seorang sahabatnya, “Bagaimana Anda dapat sedemikian pintar?” Jawab Ibnu Abbas: “Dengan akal yang gemar berpikir dan lidah yang gemar bertanya.”
Untuk itu, biasakan diri kita bertanya tentang sesuatu, sebab bertanya adalah tanda mengerti. Apalagi bagi para pelajar, kebiasaan bertanya ini memiliki peran yang penting dalam membangun sukses belajar. Dan bukankah, untuk bisa mengerti itu kita harus selalu belajar? Memang belajar mengajukan sebuah pertanyaan itu dapat mendatangkan perasaan malu sesaat, tetapi tidak bertanya dan tetap dungu akan malu seumur hidup. Jadi, “bertanyalah” selalu dalam belajar.
Di sini, agar kegiatan belajar kita dapat menghasilkan sesuatu yang maksimal dan sukses, tentu harus ada strategi yang mesti dipersiapkan. Salah satu strategi yang dapat menjadi model belajar kita agar sukses adalah melalui manajemen IQRA (inquiry, question, repeat, dan action).
Manajemen adalah suatu tindakan mengendalikan, kecakapan dalam menjuruskan administrasi. Yakni administrasi terhadap model belajar yang akan kita lakukan sehari-hari. Model belajar IQRA ini, seperti diungkap B.S. Wibowo, memiliki kegiatannya sendiri-sendiri.
Pertama, inquiry. Model belajar inquiry adalah belajar mandiri dengan menggali dari apa yang kita lihat, dengar, baca, perhatikan, alami, rasakan. Selalu mengadakan penyelidikan atau menerapkan total tarbiyah dzatiyah. Dengan demikian, hendaknya setiap mutarabbi selalu mandiri dalam mencari kebenaran, secara aktif mencari informasi untuk menjawab rasa ingin tahu yang timbul dalam dirinya.
Kedua, question. Model belajar yang tumbuh dari dalam diri, memenuhi rasa ingin tahu. Melakukan konfirmasi, membuat hipotesa, terus bertanya dalam memenuhi dan menciptakan kebutuhan. Ingat, ada sebuah hadis yang mengatakan ilmu itu perbendaharaan, sedangkan kuncinya adalah pertanyaan.
Ketiga, repeat. Model yang paling baik dalam belajar yaitu dengan melakukan review terhadap apa yang telah diterima. Hal ini agar data dari memori jangka pendek dapat bertahan ke jangka panjang, menguatkan memori, membuat mapping. Nabi Adam, setelah diajarkan Allah nama-nama benda, kemudian disuruh me-recall seluruh informasi yang telah diterima dengan menyampaikan kepada malaikat dan jin. Sebaiknya, setelah menerima materi, setiap mutarabbi tidak langsung membuang atau menyimpan catatannya, usahakan mengulangi barang sebentar dan menajamkan kembali dengan kata-katanya sendiri.
Keempat, action. Puncak belajar adalah amal, diperlukan aplikasi terhadap apa yang telah kita pahami. Amal adalah buah ilmu. Dengan penerapan amal maka kita akan kembali menemukan ilmu baru. Ingat, puncak ilmu adalah amal. Dengan amal maka kita akan melakukan sintesa antara teori dengan aplikasi, inilah puncak ilmu.
Akhirnya, untuk menghasilkan kekuatan intelektual dikalangan para pelajar, melalui penerapan konsep manajemen IQRA agar “sempurna”, maka setiap kita hendaknya melakukannya dengan menerapkan perilaku FIKIR dan DZIKIR. Yakni belajar dengan fun (belajar dengan senang), ijthiad (belajar dengan berpikir), konsep (belajar dengan mengumpulkan konsep, rumusan, model, pola, dan teknik), imajinasi (belajar membangun imajinasi untuk menciptakan sesuatu yang benar-benar baru), rapi (dengan ketrampilan manajemen dan organisasi dalam belajar). Dan jangan lupa lakukan juga dzikir (doa, ziarah, iman, komitmen, ikrar, dan realitas). Wallahu’alam.***
Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia
Berkait dengan kekuatan intelektual seseorang, menurut B.S. Wibowo, dkk. (2002: 75), dapat dilihat dari segi kemampuan berpikir yang logis, analisis, kreatif, dan inovatif. Lebih jauh, diungkapkan bahwa kegiatan intelektual adalah aktivitas otak manusia yang secara sadar melakukan proses berpikir ilmiah dengan mengacu pada struktur pengkajian ilmiah. Yaitu meliputi pengkajian masalah, menyususn kerangka teoritis dan pengajuan hipotesis, membuat metodologi penelitian, memperoleh hasil penelitian dan membuat kesimpulan.
Jadi, proses berpikir ini memiliki peran yang penting dalam membangun kehidupan tiap manusia. Bukankah ilmu itu lahir karena manusia diberkahi Sang Pencipta suatu sifat ingin tahu? Keberadaan rasa ingin tahu inilah yang sebenarnya menjadikan kegiatan berpikir itu muncul pada diri seseorang.
Pemikiran atau berpikir, menurut Thaha Jabir Alwani (1989), merupakan kata benda dari aktivitas akal yang ada dalam diri manusia, baik kekuatan akal berupa kalbu, ruh atau dzihn, dengan pengamatan dan pendalaman untuk menemukan makna yang tersembunyi dari persoalan yang dapat diketahui, maupun untuk sampai pada hukum atau hubungan antar sesuatu.
Dari pengertian tersebut, maka menurut penulis, wajar saja kalau ada orang yang mengatakan kalau berpikir itu adalah termasuk kedalam kategori bekerja cerdas. Jadi, kenapa Anda sekarang masih tidak mau berpikir tentang sesuatu hal yang bermanfaat bagi kekuatan intelektual Anda?
Manajemen IQRA
Kecerdasan seseorang itu tidak tercipta begitu saja. Tapi, ia merupakan “proses belajar” yang simultan dari ketekunan dan kemauan seseorang. Karena semua ketrampilan (termasuk kekuatan intelektual) untuk memecahkan suatu masalah, pada dasarnya tidak akan membantu jika Anda tidak memiliki kemauan.
Imam Ali ra pernah berkata: “Ilmu adalah harta dalam kotak perbendaharaan, kunci pembukanya adalah pertanyaan.” Sementara itu, Ibnu Abbas pernah ditanya salah seorang sahabatnya, “Bagaimana Anda dapat sedemikian pintar?” Jawab Ibnu Abbas: “Dengan akal yang gemar berpikir dan lidah yang gemar bertanya.”
Untuk itu, biasakan diri kita bertanya tentang sesuatu, sebab bertanya adalah tanda mengerti. Apalagi bagi para pelajar, kebiasaan bertanya ini memiliki peran yang penting dalam membangun sukses belajar. Dan bukankah, untuk bisa mengerti itu kita harus selalu belajar? Memang belajar mengajukan sebuah pertanyaan itu dapat mendatangkan perasaan malu sesaat, tetapi tidak bertanya dan tetap dungu akan malu seumur hidup. Jadi, “bertanyalah” selalu dalam belajar.
Di sini, agar kegiatan belajar kita dapat menghasilkan sesuatu yang maksimal dan sukses, tentu harus ada strategi yang mesti dipersiapkan. Salah satu strategi yang dapat menjadi model belajar kita agar sukses adalah melalui manajemen IQRA (inquiry, question, repeat, dan action).
Manajemen adalah suatu tindakan mengendalikan, kecakapan dalam menjuruskan administrasi. Yakni administrasi terhadap model belajar yang akan kita lakukan sehari-hari. Model belajar IQRA ini, seperti diungkap B.S. Wibowo, memiliki kegiatannya sendiri-sendiri.
Pertama, inquiry. Model belajar inquiry adalah belajar mandiri dengan menggali dari apa yang kita lihat, dengar, baca, perhatikan, alami, rasakan. Selalu mengadakan penyelidikan atau menerapkan total tarbiyah dzatiyah. Dengan demikian, hendaknya setiap mutarabbi selalu mandiri dalam mencari kebenaran, secara aktif mencari informasi untuk menjawab rasa ingin tahu yang timbul dalam dirinya.
Kedua, question. Model belajar yang tumbuh dari dalam diri, memenuhi rasa ingin tahu. Melakukan konfirmasi, membuat hipotesa, terus bertanya dalam memenuhi dan menciptakan kebutuhan. Ingat, ada sebuah hadis yang mengatakan ilmu itu perbendaharaan, sedangkan kuncinya adalah pertanyaan.
Ketiga, repeat. Model yang paling baik dalam belajar yaitu dengan melakukan review terhadap apa yang telah diterima. Hal ini agar data dari memori jangka pendek dapat bertahan ke jangka panjang, menguatkan memori, membuat mapping. Nabi Adam, setelah diajarkan Allah nama-nama benda, kemudian disuruh me-recall seluruh informasi yang telah diterima dengan menyampaikan kepada malaikat dan jin. Sebaiknya, setelah menerima materi, setiap mutarabbi tidak langsung membuang atau menyimpan catatannya, usahakan mengulangi barang sebentar dan menajamkan kembali dengan kata-katanya sendiri.
Keempat, action. Puncak belajar adalah amal, diperlukan aplikasi terhadap apa yang telah kita pahami. Amal adalah buah ilmu. Dengan penerapan amal maka kita akan kembali menemukan ilmu baru. Ingat, puncak ilmu adalah amal. Dengan amal maka kita akan melakukan sintesa antara teori dengan aplikasi, inilah puncak ilmu.
Akhirnya, untuk menghasilkan kekuatan intelektual dikalangan para pelajar, melalui penerapan konsep manajemen IQRA agar “sempurna”, maka setiap kita hendaknya melakukannya dengan menerapkan perilaku FIKIR dan DZIKIR. Yakni belajar dengan fun (belajar dengan senang), ijthiad (belajar dengan berpikir), konsep (belajar dengan mengumpulkan konsep, rumusan, model, pola, dan teknik), imajinasi (belajar membangun imajinasi untuk menciptakan sesuatu yang benar-benar baru), rapi (dengan ketrampilan manajemen dan organisasi dalam belajar). Dan jangan lupa lakukan juga dzikir (doa, ziarah, iman, komitmen, ikrar, dan realitas). Wallahu’alam.***
Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia