|HOME |INSPIRASI |OPINI |KIAT |OPTIMIS |SEHAT |KELUARGA |IBROH |JURNALISTIK |BUKU |EBOOKS |JURNAL |LINGKUNGAN |SEHAT |PSIKOLOGI |WANITA |BISNIS |SYARIAH |PROFIL |ARDA TV|
- / / : 081284826829

Sebaik-Baik Kenikmatan

Oleh: Arda Dinata

DIKISAHKAN ’Abdul Wahid bin Zabad mengatakan, ”Di sebuah gunung saya melewati seorang syaikh (tua renta) yang buta, tuli, dan kedua tangan serta kakinya buntung. Sementara ia mengatakan, ”Wahai Tuhanku dan Tuanku, Engkau memberi kenikmatan kepadaku dengan beberapa organ tubuhku sekehendak-Mu, dan Engkau telah mengambilnya sekehendak-Mu, dan saya biarkan ber-husnuzhan (berbaik sangka) terhadap-Mu, Wahai Zat Yang Maha Memberi Kebaikan, Wahai Zat Yang Suka Menyambung (dengan hamba-Nya).”

Saya berkata dalam hati, ”Kebaikan dari Allah SWT yang mana atas orang ini dan penyambungan yang mana dari Allah SWT atas orang ini?”
Mendadak orang tua tadi menjawab, ”Hendaklah engkau cermati yang ada pada diriku wahai battal, bukankah Allah masih meninggalkan untukku hati yang dengannya aku bisa mengenal-Nya, dan meninggalkan untukku lisan sehingga bisa berdzikir kepada-Nya. Ketahuilah, bahwasannya keduanya adalah sebaik-baik kenikmatan dua negeri, yakni negeri dunia dan akhirat!”
Lagi pula, bukanlah telah diberitakan bahwasannya Allah berfirman, Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: ”Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): ”Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih, dan gembirakanlah mereka dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh pula di dalamnya apa yang kamu minta. (QS Fushshilat: 30-31).
Makna dari firman Allah SWT tersebut, adalah mereka berkata dengan lisannya kemudian mereka beristiqamah serta membenarkannya dengan hati mereka. Ucapan mereka dalam rangka membenarkan, untuk selanjutnya diikuti dengan sikap istiqamah mereka dan dengan taat di atas keyakinan pembenarannya hingga mereka mati dalam keadaan beriman.
Sungguh iman inilah nikmat yang patut kita syukuri setiap saat. Karenanya ada keterangan bahwasannya iman itu seperti perahu Nabi Nuh, di mana barangsiapa menaikinya ia akan selamat, dan barangsiapa tidak bersedia menaikinya maka ia akan binasa! Iman adalah laksana pisau (bentangan laut) Nabi Musa, siapa yang menaikinya maka keberuntungan baginya.
Iman itu seperti cincin Nabi Sulaeman, akan mulia dengan keberadaannya dan terhina karena kehilangannya. Iman adalah seperti tongkat Nabi Musa, yang melahap tongkat tukang-tukang sihir Fir’aun. Demikian pula iman akan membabat habis segala syubhat dan takhayul-takhayul, serta menghapus segala bentuk kejahatan dengan kesahihan imannya.
Akhirnya, kenikmatan iman itu harus kita hujamkan dalam hidup. Sebab, iman adalah bagaikan benteng, barangsiapa memasukinya, maka ia akan aman. Iman juga adalah bagaikan air suci yang mensucikan sebelum dan sesudahnya, serta ia tidak najis hingga berubah.
Bagaimana menurut Anda Sahabat?*** 
WWW.ARDADINATA.COM