Menikahlah Dalam Keikhlasan

"Kita hendaknya tidak melihat ikhlas semata-mata dari aspek perilaku. Sebab, ikhlas itu memiliki pemaknaan yang sangat dalam karena menyangkut motivasi dasar dan hal tersebut hanya terdapat dalam lubuk kejiwaan seseorang. @ardadinata

Menikahlah Dalam Keikhlasan
Oleh: Arda Dinata


AGAR perkawinan berbuah pahala, maka syaratnya selain perkawinan itu harus baik juga harus dilakukan secara ikhlas. Rasulullah mengatakan, “Perkawinan adalah ibadah. Bila dilakukan dengan baik, ikhlas dan setia akan mendapatkan pahala dari Allah SWT.” (H.R. Bukhari). Untuk itu, awali pernikahan ini dengan niat yang suci. Kondisi yang suci membuat pikiran akan terpatri dalam kebaikan. Dan untuk mencapai pernikahan yang baik pun tentu diperlukan sebuah motivasi yang suci. Sebab, faktor inilah yang akan membawa kebahagiaan dalam kehidupan berumah tangga.


Dengan motivasi niat yang suci ini, keberadaan sebuah pernikahan akan menciptakan suasana keikhlasan yang prima. Dampaknya membuat kedua pasangan akan saling menerima kondisi apa adanya dan tanpa paksaan. Sebaliknya, menurut Cahyadi Takariawan, penulis buku masalah pernikahan dan keluarga mengungkapkan bahwa tanpa motivasi suci, rumah tangga akan mengalami disorientasi, menyimpang dari tujuan utama berumah tangga. “Saya ingin mengajak Anda memahami bahwa motivasi suci akan mencerahkan kehidupan rumah tangga Anda,” ungkapnya.

Lebih jauh, memang dalam hidup ini keberadaan sebuah niat tidak boleh diremehkan. Begitu pun dalam membangun ikatan perkawinan, keberadaan keikhlasan niat ini menjadi sesuatu keharusan. Pasalnya, dalam perjalanannya sebuah pernikahan itu dapat saja mengalami disorientasi dalam rumah tangganya. Untuk itu, kita diharapkan punya niat yang benar, mampu mempertahankan dan memilihara niat agung pernikahan tersebut sepanjang aliran pernikahan. Dengan perilaku inilah, buah kecerahan kehidupan perkawinan kita akan tetap terpelihara.    

Jika dilihat dari segi bahasa, ikhlas sendiri memiliki pengertian bersih dari segala noda dan menjadikan sesuatu murni, tanpa noda sedikit pun. Artinya seseorang dapat dikatakan ikhlas adalah bila mereka menjadikan segala aktivitasnya karena Allah. Dalam riwayat Muttafaq’alaih diungkapkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya sahnya segala amal itu dengan niat, dan bagi setiap orang itu tergantung menurut apa yang diniatkannya. Barangsiapa berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, hijrahnya itu pun sampai kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah karena menginginkan dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya itu pun memperoleh (imbalan) menurut apa yang ditujunya.
 Sungguh luar biasa, bila setiap pasangan pernikahan itu mampu memelihara perilaku niat suci pernikahannya karena bangunan rumah tangga akan menjadi kokoh. Adapun salah satu cara yang bisa kita lakukan ketika menghadapi masalah dalam perkawinan yaitu dengan mencoba selalu mengingat-ingat masa-masa awal ikrar niat suci perkawinan yang membahagiakan itu. Sebab dengan mengingat keikhlasan niat perkawinan tersebut, sesungguhnya ia menjadi titik awal motivasi dan merupakan misi kehidupan kita yang harus terus berusaha diwujudkan.

Untuk itu, tidak ada salahnya agar bangunan tatali asih dalam rumah tangga kita makin kokoh, setiap pasangan perkawinan memaknai ulang aplikasi ikhlas tersebut dalam rumah tangga. Kita hendaknya tidak melihat ikhlas semata-mata dari aspek perilaku. Sebab, ikhlas itu memiliki pemaknaan yang sangat dalam karena menyangkut motivasi dasar dan hal tersebut hanya terdapat dalam lubuk kejiwaan seseorang. Dalam kaitan dengan rumah tangga, maka hendaknya suami dan istri bertemu dalam ikatan pernikahan karena Allah. Mereka hidup bersama dalam rumah tangga, bermusyawarah, saling cinta, mendidik anak-anak, benci, rindu, sayang, bergaul, berkomunikasi, dan bercanda itu semata-mata karena Allah.
Akhirnya, menikahlah dalam keikhlasan. Sebab, keikhlasan akan melahirkan amal yang baik. Dalam Alquran surat Hud: 7, Allah berfirman: “Dia menguji siapakah di antara kamu yang paling baik amalnya (ahsanu ’amala).” Terkait dengan ungkapan ahsanu ’amala, Fudha’il bin Abbas menafsirkannya sebagai amal yang paling ikhlas. Ketika ditanya tentang amal yang paling ikhlas dan benar, ia menjawab, “Sesungguhnya jika amal dilakukan dengan ikhlas tetapi tidak benar maka amal tersebut tidak diterima; jika amal dilakukan dengan benar tetapi tidak ikhlas, ini pun tidak diterima. Amal yang diterima ialah yang ikhlas dan benar. Ikhlas adalah amal yang semata-mata ditujukan kepada Allah. Sedangkan amal yang benar adalah jika sesuai dengan kehendak-Nya.” Jadi, sudahkan rumah tangga kita ada dalam balutan amalan yang ikhlas?


Bagaimana menurut Anda?  




Pekerjaan sebagai Penulis Lepas dan PNS
http://miqraindonesia.com
Arda Dinata
@ardadinata

Arda Dinata, pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam/ MIQRA Indonesia, www.miqraindonesia.com 


Arda Publishing House
Pusat Pustaka Ilmu, Inspirasi dan Motivasi Menjadi Orang Sukses
Jl. Raya Pangandaran Km. 3 Kec. Pangandaran - Ciamis Jawa Barat 46396
http://www.ardadinata.web.id
BACA ARTIKEL LAINNYA:
Previous Post Next Post