|HOME |INSPIRASI |OPINI |KIAT |OPTIMIS |SEHAT |KELUARGA |IBROH |JURNALISTIK |BUKU |EBOOKS |JURNAL |LINGKUNGAN |SEHAT |PSIKOLOGI |WANITA |BISNIS |SYARIAH |PROFIL |ARDA TV|
- / / : 081284826829

Indahnya Berkeluarga dengan Bening Hati

“Sesungguhnya Allah ta’ala di bumi-Nya mempunyai sebuah wadah, yaitu hati. Maka yang paling dicintai Allah ialah hati yang paling lembut, paling jernih, dan paling keras.” Maksudnya ialah yang paling keras dalam agama, paling jernih dalam keyakinan, serta paling lembut terhadap saudara-saudaranya.

Indahnya Berkeluarga dengan Bening Hati
Oleh Arda Dinata

Berkeluarga merupakan sistem kemanusiaan yang urgenitasnya ditekankan oleh Islam. Keluarga adalah elemen dasar dalam komunitas masyarakat. Syariat Islam yang toleran telah memberikan perhatian yang besar terhadap institusi keluarga, sehingga ia menduduki posisi yang layak yang membuat ia menjadi pijakan kokoh bagi setiap muslim untuk mewujudkan kemuliaan, kehormatan, dan amal saleh yang bermanfaat.

Dalam keluarga perlu dibangun suatu sistem pembelajaran yang dilandasi kebeningan hati. Kondisi bening hati dalam keluarga dapat melejitkan potensi terciptanya keluarga sakinah. Rasulullah Saw bersabda, “Apabila Allah Swt menghendaki suatu rumah tangga yang baik (bahagia), diberikan-Nya kecenderungan menghayati ilmu-ilmu agama; yang muda menghormati yang tua; harmoni dalam kehidupan; hemat dan hidup sederhana; melihat (menyadari) cacat-cacat mereka dan kemudian melakukan taubat. Jika Allah Swt menghendaki sebaliknya, maka ditinggalkan-Nya mereka dalam kesesatan.” (HR. Dailami dan Anas).

Hadits di atas menunjukkan bahwa untuk mendapat kecenderungan tersebut, maka modal yang perlu dibangun tidak lain setiap anggota keluarga harus selalu menjaga kebeningan hati. Dan orang-orang yang menjaga kekuatan kebeningan hati, Allah menjanjikannya dengan memasukkan mereka ke dalam surga (baca: QS. Al Mujaadilah: 22).

Kiranya, salah satu teladan yang bisa kita contoh dalam membangun kebeningan hati dalam keluarga, selain keluarga Rasulullah Saw, adalah keluarga Khalifah Ali bin Abu Thalib. Ali ra adalah suami dari Fatimah putri Rasulullah. Beliau sejak kecil hidup bersama Rasulullah, karena Rasulullah pernah diasuh oleh ayah Ali. Setelah Rasulullah menikah dengan Siti Khodijah, Ali ikut bersama Rasulullah dan dibesarkan, diasuh serta dididik sehingga tumbuh sebagai anak yang berbudi luhur, cerdik, dan pemberani.

Keberanian dan kebeningan hati Ali ini tercermin pada ikut sertanya dalam hampir seluruh peperangan yang dipimpin Rasulullah. Ali senantiasa berada di barisan muka. Seringkali kaum muslimin memperoleh kemenangan karena keberaniannya dan ketangkasannya,. Ali dikenal dengan Dzulfaqar karena pedangnya yang bermata dua. Namun demikian, Ali sehari-hari dalam keluarga, perilakunya selalu lemah lembut –sebagai pancaran kebeningan hati--.

Budi pekerti Islam, kesalehan, keadilan, toleransi dan kebersihan jiwa Ali sangat terkenal. Ia termasuk salah seorang dari tiga tokoh (Abu Bakar As Shiddiq, Umar bin Khatab, Ali bin Abu Thalib) yang di dalam dirinya tercermin kepribadian Rasulullah. Mereka bertiga laksana mutiara yang memancarkan cahayanya.

Berkait dengan kebeningan hati ini, Ali ra berkata, “Sesungguhnya Allah ta’ala di bumi-Nya mempunyai sebuah wadah, yaitu hati. Maka yang paling dicintai Allah ialah hati yang paling lembut, paling jernih, dan paling keras.” Kemudian beliau menafsirkannya. “Maksudnya ialah yang paling keras dalam agama, paling jernih dalam keyakinan, serta paling lembut terhadap saudara-saudaranya.”

Bukti kebeningan hati Ali ra, tercermin juga pada kejadian berikut ini. Pada suatu hari Khalifah Ali bin Abu Thalib menegur Ashim bin Ziyad yang mengenakan pakaian terbuat dari bahan sangat kasar (aba’ah) dan meninggalkan sama sekali kenikmatan hidup di dunia. Beliau berkata: “Hai ‘musuh kecil’ dirinya sendiri! Sesungguhnya engkau telah disesatkan oleh setan. Tidaklah engkau mengasihani si istri dan anak-anakmu? Apakah menurut perkiranmu, Allah Swt telah menghalalkan bagimu segala yang baik, lalu Ia tidak menyukai engkau menikmatinya …? Sungguh, dirimu terlalu kecil untuk dituntut melakukan seperti itu oleh-Nya!”

“Tetapi, wahai Amirul Mukminin,” ujar Ashim, “Anda sendiri memberi contoh dengan mengenakan pakaian amat kasar dan memakan makanan yang kering!”

“Ketahuilah,” jawab Ali, “Dirimu tidak seperti diriku, sebab Allah telah mewajibkan atas para pemimpin yang benar agar mengukur dirinya dengan keadaan rakyat yang lemah, sehingga orang miskin tidak sampai tersengat oleh kepedihan kemiskinannya.”

Nasehat Ali itu menunjukkan bahwa tidak masalah bagi rakyat biasa menikmati suatu karunia-Nya –sepanjang menikmatinya benar dan tidak melupakan kepada fakir miskin--.

Sebaliknya, Ali mengecam orang yang memilih hidup amat miskin hingga menelantarkan keluarga, padahal ia mampu untuk hidup lebih baik. Sedangkan, pemimpin yang baik, harus mengukur dirinya dengan keadaan rakyat yang lemah. Dampaknya, orang miskin tidak terlalu pedih atau putus asa dan adanya kesederhanaan pemimpin akan memberikan teladan bagi si kaya dalam membelanjakan hartanya.

Sungguh indah, suatu keluarga yang hidupnya dibangun dengan kebeningan hati. Maka, panjatkanlah selalu doa: “…. Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Furqaan: 74).

Bagaimana menurut Anda?  

Artikel Yang Terkait:

1. Indahnya Berkeluarga dengan Bening Hati

2. Indahnya Bertetangga dengan Bening Hati

3. Indahnya Bermu’amalah dengan Bening Hati

4. Indahnya Berpolitik dengan Bening Hati

5. Indahnya Memimpin dengan Bening Hati

6. Indahnya Menuntut Ilmu dengan Bening Hati


Arda Dinata, pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam/ MIQRA Indonesia, www.miqraindonesia.com 

Arda Publishing House

Pusat Pustaka Ilmu, Inspirasi & Motivasi Menjadi Orang Sukses
Jl. Raya Pangandaran Km. 3 Kec. Pangandaran - Ciamis Jawa Barat 46396
http://www.ardadinata.web.id
BACA ARTIKEL LAINNYA:
WWW.ARDADINATA.COM